Chief Human Capital, Legal, dan CSR Erajaya, Jimmy Perangin Angin, mengatakan kompetensi digital dapat mencegah kesenjangan antara pendidikan vokasi dan industri retail. Hal tersebut bisa dilihat dari adanya perubahan perilaku konsumen dalam ekosistem retail.

JAKARTA - Chief Human Capital, Legal, dan CSR Erajaya, Jimmy Perangin Angin, mengatakan kompetensi digital dapat mencegah kesenjangan antara pendidikan vokasi dan industri retail. Hal tersebut bisa dilihat dari adanya perubahan perilaku konsumen dalam ekosistem retail.

"Konsumen memperoleh, mengetahui, dan membayar barang sudah berubah. Itu ada gap antara dunia pendidikan dan dunia industri," ujar Jimmy usai acara Shaping the Future Retail Generation, di Jakarta, Kamis (23/11).

Dia menyebut, dari segi kesiapan tenaga kerja juga menjadi kendala tersendiri. Untuk itu mengatasi hal tersebut, pihaknya sudah bekerja sama dengan 55 SMK dan 3 Politeknik serta melatih sebanyak 2.500 guru.

"Kita tularkan kepada guru agar mereka bisa menjelaskannya kepada murid. Salah satu yang kita lihat adalah bagaimana disrupsi teknologi dalam proses dunia retail," tandasnya.

Dorong Kolaborasi

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kiki Yuliati, mengatakan, ada sekitar 28.900 siswa SMK yang sekarang sedang disiapkan oleh sekolah-sekolah untuk mendukung bisnis retail. Pihaknya siap mendorong kolaborasi antara satuan pendidikan vokasi dengan industri sektor retail.

Dia mengungkapkan, banyak program yang membuka kesempatan tersebut seperti dana pemadanan atau matching fund untuk mendorong kolaborasi industri dengan SMK Pusat Keunggulan (PK) dan perguruan tinggi vokasi. Menurutnya, baik SMK maupun kampus bisa lebih percaya diri karena kolaborasi yang terjalin juga akan mendapatkan bantuan dana.

"Bapak Ibu kepala sekolah, perguruan tinggi bisa mengatakan, kami punya uang. Tinggal nanti bagaimana minta tolong untuk menyusun kurikulum bersama, menyiapkan guru, meningkatkan kompetensi, melakukan magang untuk teaching factory di sekolah," jelasnya.

Kiki menambahkan, industri akan memiliki relasi tenaga pakar yang baik jika berkolaborasi dengan perguruan tinggi. Perguruan tinggi memiliki banyak akademisi unggul yang bisa berkolaborasi dengan industri untuk melakukan riset bersama untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada.

"Perguruan tinggi memiliki pakar-pakarnya. Industri tidak perlu menyewa atau merekrut pakar karena mungkin persoalannya temporer yang dihadapi oleh industri dan persoalannya terselesaikan karena ada kepakaran di perguruan tinggi yang bisa diajak berkolaborasi," terangnya.

Dia menekankan, dengan kolaborasi, dunia pendidikan dapat mempersiapkan lulusannya lebih baik lagi. Menurutnya, masih terdapat sekolah maupun kampus yang tak mengikuti isu terkini terkait perkembangan dunia usaha dan industri, termasuk industri retail.

"Dengan berkomunikasi dan berinteraksi dengan industri, para dosen, para guru itu akan terbuka inspirasinya, terbuka wawasannya. Sehingga kemudian bisa memikirkan inovasi-inovasi baru yang nantinya tentu juga akan bermanfaat bagi industri," ucapnya.

Baca Juga: